Wednesday 16 July 2008

Badai Pasti Berlalu (bukan judul film)

Ketika pertama kalinya menyampaikan keinginan untuk memilih berwirausaha dibanding bekerja di perusahaan, kedua orang tua saya keliatannya seneng2 aja tuh.  Waktu itu, mereka berfikir keinginan saya semata2 lampiasan frustrasi saya karena gak kunjung diterima di perusahaan2 yang saya kirimi surat lamaran.  Makanya, waktu itu mereka menyemangati saya, dan bilang bahwa mereka akan mendukung apapun keinginan dan keputusan saya.  Itu terjadi beberapa tahun yang lalu, beberapa saat sebelum akhirnya saya melanjutkan kuliah S2 saya.

 

Hampir setahun yang lalu, gak lama setelah saya resmi lulus S2, saya kembali menyampaikan hal yang sama.

Hmmm….pesannya sama, tapi respon yang saya dapat sangat berbeda.

Kali ini, mereka keliatan kaget dengan hal yang saya sampaikan *tanya kenapa?*

Ternyata, mereka gak pernah berfikir bahwa pernyataan yang saya sampaikan beberapa tahun yang lalu adalah pernyataan yang serius.  Selama itu mereka mengira keputusan saya waktu itu adalah keputusan impulsif semata, keputusan tanpa dasar dan alasan yang kuat, yang gak akan bertahan lama dan akan hilang beberapa bulan kemudian.  Padahal, proses pengambilan keputusan saya itu adalah proses yang cukup panjang, bukan hasil dari wangsit yang tiba2 dateng dalam satu malam.  Buat saya, keputusan yang ini sudah final.  Gak bisa ditawar lagi.

 

Singkat cerita, setelah berbulan-bulan berdebat dan berperang dingin, orang tua saya nampaknya mulai menyerah sama kekeras hatian (atau kekeras kepalaan?) saya.  Walaupun ternyata menyerahnya mereka sama sekali ngga gratis, karena ada bagian idealisme saya yang harus saya korbankan.  That’s fine.  Toh, dalam hidup kita gak harus selalu mendapatkan persis seperti yang kita inginkan.  Selalu ada celah yang bisa dinegosiasikan. Dan pada akhirnya, apapun yang kita jalani adalah hasil dari sebuah kompromi.

 

Well, ternyata menyerah gak berarti ikhlas ya.  Ternyata kedua orang tua saya masih gak rela kalo anaknya yang lulusan S2 perguruan tinggi bergengsi, harus menyandang predikat ‘tukang dagang’ atau ‘penjaga toko’.  Predikat yang juga disandang oleh banyak tetangga di lingkungan saya, yang hanya lulusan SMA.  Fakta itu (ternyata) sangat melukai ego dan gengsi mereka.

 

Di benak orang tua saya, seorang lulusan S2 seharusnya menyandang predikat ‘Managing Director’, ‘Production Manager’, ‘Marketing Officer’, ‘Account Executive’, ataupu istilah2 ngenggris lain yang kedengerannya keren.  Di benak orang tua saya, seorang lulusan S2 seharusnya bekerja dengan pakaian formil berdasi, berangkat dengan mobil fasilitas kantor, memakai HP canggih, dan bekerja di gedung kantor yang megah dan mewah.

 

Singkatnya, dengan membandingkan harapan mereka dan kenyataan yang ada di depan mata mereka saat ini, jelaslah di mata mereka saya adalah anak yang gagal.  Yupz, dari kacamata mereka, saya adalah sebuah produk gagal.  Awalnya saya adalah sebuah ‘proyek impian’, harapan banyak orang, (sangat) padat modal, kemudian menjelma menjadi sebuah ‘proyek gagal’.

 

Jujur, saya bisa melihat kekecewaan di mata mereka setiap kali saya berbicara dengan mereka.  Saya bisa mendengar kekecewaan mereka saat mereka ‘terpaksa’ harus menjawab pertanyaan orang2 mengenai masa depan saya.

 

Karena itulah, dalam setiap doa2 saya, saya selalu memohon sama Allah SWT agar kedua orang tua saya senantiasa dikaruniai kesehatan serta dipanjangkan umurnya, supaya mereka sempat untuk menyaksikan kesuksesan anaknya ini.  Saya ingin melihat binar2 kebanggaan di mata mereka terhadap anaknya ini.  Saya gak mau mereka “meninggalkan” saya dalam keadaan kecewa terhadap saya.  Dan saya juga senantiasa memohon untuk diberikan kekuatan dan juga diberikan kemudahan dalam usaha saya untuk menjadi anak yang berbakti dan bisa membahagiakan kedua orang tua saya.  Karena apapun kondisinya, bagi saya, mereka adalah orang tua terbaik yang pernah diciptakan Allah di dunia ini untuk saya.  They’re not perfect, but they’re the best parent that ever exist.  Saya gak mau menukar mereka dengan orang tua manapun J

 

Saya yakin Allah SWT akan mengabulkan doa2 saya… Amien…

 

Well, sementara Allah SWT merancang masa depan yang terbaik buat saya, saya pun gak akan berdiam diri begitu saja, duduk bengong menunggu takdir.  Saya tetap harus bergerak, sedikit demi sedikit menuju titik tujuan saya.  Karena saya percaya Allah SWT ngasih manusia kemampuan untuk ikut andil menciptakan takdirnya sendiri J

 

Makasih buat banyak yah buat siapapun yang baca ‘keluh-kesah’ saya hari ini.  Walaupun (mungkin) ini bukan cerita yang positif, tetapi mudah2an tetep ada yang bisa diambil manfaatnya…mudah-mudahan.

 

Salam Dahsyat!!

2 comments:

  1. Luar biasa tantangannya. Semoga kedua orang tua Anda selalu sehat dan bahagia. Dan semoga kesuksesan Anda manambah kebahagiaan mereka.
    Amien.

    ReplyDelete
  2. Rif...bagaimanapun juga,orangtua hanya mendoakan kebaikan untuk anaknya. So..wajar kalau orangtua,ingin kita begini dan begitu lagipula pandangan mereka dan kita (anak) itu cenderung berbeda. Mereka hanya butuh waktu dan bukti. Semoga...sesuatu yang Rifky awali dengan baik...akan berakhir pula dengan baik. amin. Insyaallah..tambah sukses..ya ky....

    ReplyDelete